Sebelum aku mulai cerita ini, aku ingin
memperkenalkan diri terlebih dahulu. Namaku Iwan dan Aku adalah seorang
pegawai negeri yang ditempatkan disebuah kota di Jawa Barat sekitar
sepuluh tahun yang lalu. Aku merasa nyaman kerja di kota ini, karena
teman-teman sekantorku orangnya ramah-ramah dan mengayomi bagi para
pegawai muda yang masih mentah dalam pengalaman kerja Aku sangat
berterima kasih pada rekan-rekan kerjaku yang tanpa pamrih membimbingku
dalam berbagai hal.
Diantara rekan-rekan kerjaku ini, ada
seorang wanita yang cantik keibuan dan umurnya 8 tahun diatasku. Namanya
Amelia. Pada saat pertama kali aku bertemu dengannya dia belum
menunaikan ibadah haji dan belum mengenakan jilbab, sehingga aku bisa
melihat putih dan mulusnya kulit betis sebagian pahanya pada saat dia
duduk. Tapi yang membuat aku tertarik padanya adalah banyaknya
bulu-bulu yang tumbuh di betis dan lengannya yang membuat dirinya
semakin seksi dimataku. Karena dalam imajinasiku jika seorang wanita
mempunyai bulu-bulu yang lebat di betis dan lengan, terbayang olehku
pastilah dia akan sangat menggairahkan dan mampu memberikan kenikmatan
pada lelaki di tempat tidur. Maka aku selalu membayangkan dan
menghayalkan betapa nikmatnya bila aku dapat menggaulinya. Obsesiku
untuk dapat menggaulinya tidak pernah hilang, walaupun aku telah menikah
dua tahun setelah aku bekerja. Dan dia selalu ada dalam hayalanku pada
saat aku dan istriku sedang melakukan hubungan suami istri.
Tapi sebagai yunior, tentu saja aku tidak
berani macam-macam padanya. Apalagi dia adalah seorang istri pejabat
Pemda di daerahku. Oh ya, Dia sudah menikah selama 10 tahun dan baru
dikaruniai putra berumur 2 tahun. Rupanya rumah tangganya termasuk yang
cukup lama untuk mendapatkan momongan. Dari rekan-rekanku, kuketahui
bahwa pada awal pernikahan mereka, suaminya pernah mendapat masalah
dalam urusan vitalitas, itulah sebabnya dia lambat mendapatkan momongan.
Disamping itu kuketahui pula bahwa perbedaan usia antara dirinya dan
suaminya cukup jauh, yaitu sekitar 15 tahun.
Aku sering mendekatinya untuk sekedar
ngobrol ngalor-ngidul, orangnya enak diajak ngobrol, ramah pada setiap
orang. Itulah sebabnya rekan-rekan lelaki ditempat kerjaku senang
menggodanya, dan dia tidak marah jika godaan-godaan itu tidak terlalu
bersifat pelecehan. Namun aku tidak pernah menggodanya, karena selain
usiaku jauh lebih muda darinya, aku tidak ingin ia menganggapku
macam-macam. Aku selalu bertindak sebagai seorang yunior yang memerlukan
petunjuk dari seniornya sehingga aku bisa semakin dekat dengannya,
karena dia merasa bahwa aku sangat menghormati dan mengaguminya.
Lima tahun setelah aku bekerja, dia
menunaikan ibadah haji dengan suaminya dan sejak saat itu dia selalu
mengenakan jilbab untuk menutup seluruh badannya kecuali wajah dan
telapak tangannya. Namun jilbab yang ia kenakan tidak mampu
menyembunyikan keseksian tubuhnya, dan bahkan membuat dirinya semakin
cantik dan keibuan, ditambah lagi dengan gaun dan jilbab yang ia kenakan
selalu serasi dengan model-model yang gaul. Sehingga dia semakin
menjadi objek hayalanku pada saat aku sedangkan melakukan hubungan suami
istri dengan istriku.
Aku selalu konsisten menjaga sikapku
dihadapannya, karena tidak ingin dia benci atau menjauh dariku. Maka
dengan sabar aku selalu menjaga kedekatanku dengan dirinya sehingga aku
dapat menikmati kecantikan, keanggunan dan keseksian tubuhnya dari
dekat.
Kesabaranku itu kujalani hingga saat ini
setelah 10 tahun mengenalnya dan dia merasa aku sebagai sahabat baik dan
sekaligus bagaikan adik baginya, sehingga tidak segan-segan
menceritakan berbagai masalah dengan diriku, bahkan meminta bantuanku
untuk hal-hal yang tak dapat dia kerjakan. Bahkan kami sering duduk
berdampingan dalam mengerjakan sesuatu sehingga aku bisa merasakan
lembutnya buah dadanya yang montok. Dan pernah aku menggeser-geserkan
bahuku yang menempel dengan buah dadanya, tapi dia hanya berkomentar
“jangan nakal ach…, Wan !” sambil tersenyum dan tidak ada nada marah
sama sekali. Sehingga hal itu sering aku lakukan bila kami duduk
berdampingan pada saat mengerjakan sesuatu
Pada suatu hari ia datang padaku dan
mengkonsultasikan laptop miliknya yang terasa lambat dan juga minta
diajari bagaimana caranya mengkoneksikan laptop dengan internet. Setelah
kuperiksa, ternyata banyak virus yang mengerogoti sistem di laptopnya
sehingga mengakibatkan kinerja laptopnya menjadi terganggu. Dan aku
bilang untuk membersihkan semua virus di laptopnya diperlukan waktu yang
cukup lama, sedangkan agar bisa dikoneksikan ke internet, harus ada
jalur telepon. Lalu dia menyarankan agar untuk menangani laptopnya
dikerjakan di rumah kost miliknya yang ada di dekat kantor kami. Rumah
kost itu terdiri dari 10 kamar dan diisi oleh para pelajar yang
bersekolah di sekitar daerah itu. Dan aku menyanggupinya.
Sepulang dari kantor, aku dan dia menuju
rumah kost miliknya dan kebetulan, hari itu adalah hari sabtu, sehingga
semua penghuni kost pada pulang ke kampungnya masing-masing dan rumah
kost tersebut kosong. Begitu tiba di sana, dia langsung membawaku ke
ruang tamu dan aku mulai melakukan pembersihan virus dengan software
yang aku bawa.
Sambil menunggu anti virus bekerja, kami
ngobrol berbagai hal diselingi dengan minum dan makan camilan yang ia
sediakan. Dari obrolan itu kuketahui, bahwa setiap malam minggu dia suka
tidur di rumah kost ini pada saat para penghuni kost pulang ke kampung
halamannya masing-masing. Oleh sebab itu di rumah ini ada kamar khusus
untuk dirinya. Aku merasa heran, apakah suaminya tidak apa-apa ditinggal
tidur sendiri di rumah sementara dia menunggu di rumah kost. Dia
menjawab tidak ada masalah dengan hal itu, bahkan katanya di rumah pun
dia jarang tidur sekamar dengan suaminya. Karena sejak suaminya pensiun,
suaminya lebih sering ingin tidur sendiri. Aku heran dengan kenyataan
ini, kenapa ada rumah tangga seperti ini, tapi aku mau bertanya lebih
lanjut, takut dia merasa aku akan semakin jauh mengetahui privasi rumah
tangganya.
Hari semakin gelap, tetapi anti virus masih
bekerja, karena banyak sekali virus yang menyerang laptopnya dan kami
terus melanjutkan obrolan. Tanpa disadari atau seolah-olah tanpa
disadari, kami telah duduk berdampingan di ruang tamu yang sepi ini.
Sambil mengobrolkan hal-hal yang bersifat pribadi. Perlahan-lahan aku
mulai terangsang terhadapnya, tapi aku masih merasa takut untuk
memulainya, walaupun bisikan-bisikan di kepalaku mengatakan bahwa inilah
saatnya yang tepat untuk mewujudkan obsesi yang selama ini ada dalam
khayalanku.
Akhirnya dengan hati-hati aku berkata
padanya “Apakah, bapak tidak sayang meninggalkan ibu tidur sendiri ?
Uhh… kalau saya jadi bapak, tidak akan saya biarkan ibu tidur sendiri
satu malampun. Sayang dong…., membiarkan tubuh seksi dan cantik seperti
ibu ini sendirian….. mubazir ”
“Ach… Iwan bisa aja ! Masak sih… tubuh
peot dan wajah keriput ini disebut seksi dan cantik ?” katanya tersenyum
dan tampaklah ekspresi kebanggaan diwajahnya mendengar pujianku. Dan
aku merasa gembira karena dia tidak marah dengan ucapanku.
Dan kembali aku lanjutkan rayuanku “ bener
lho, Bu! Saya ‘ngga bohong… , Di mata saya ibu adalah wanita yang paling
cantik dan seksi di kantor kita..!”
“Udah ach… , jangan dilanjutkan rayuannya nanti saya bisa terbang… !” jawabnya samibil tersenyum semakin tersanjung.
“Ngomong-ngomong… , Bu..! Boleh ‘nggak saya minta sesuatu, nggak macam-macam kok, swear !” kataku
“Minta apaan sich.. ? kalau nggak macam-macam akan saya penuhi ! “ katanya
“Sebelumnya maaf ya, bu ! Boleh ngga saya
membelai bulu kaki yang ada di betis dan bulu tangan yang ada di lengan
ibu yang dulu sering saya lihat. Saya benar-benar terobsesi dengan
bulu-bulu yang dimiliki ibu ?” kataku memberanikan diri.
Dia memandangku heran “Kok, Iwan tahu kalau
saya memiliki bulu di kaki dan lengan…? Rupanya Iwan sering ngintipin
ibu ya ?” Katanya menggodaku.
Aku tergagap mendapat godaannya “Ti…tidak
bu…, saya tidak pernah ngintip.. khan dulu ibu ngga pake jilbab..”
jawabku membela diri
“Apa sich.. istimewanya bulu-bulu itu ? saya justru merasa risih” katanya lagi
“Justru bagi saya hal itu sangat istimewa dan menggairahkan….., boleh kan bu, saya membelainya !”
“Ya.. dech …” Dia mengalah dan
menyingsingkan ujung lengan bajunya hingga sebatas siku. Mataku
terbelalak melihat putih dan mulusnya kulit lengan yang dihiasi dengan
bulu-bulu lengan yang cukup panjang, aku semakin terangsang namun masih
bisa mengendalikan diri. Dengan tangan gemetar aku membelai lengan halus
tersebut. Darahku berdesir ketika tanganku mengusap dan membelai langan
halus nan berbulu itu. Dari sudut mataku terlihat dia merasa bangga
atas keterpanaanku pada kemulusan dan keindahan kulit lengannya. Aku
tak tahu apakah dia merasakan desiran-desiran rangsangan pada saat
telapak tanganku membelai lengannya.
Setelah puas membelai lengannya, kembali aku
berkata “kakinya belum bu ? “. Namun dia menjawab tidak serius “udah
ach…, cukup .”. Lalu rayuku lagi “Akh… Ibu, khan tadi saya mintanya
lengan dan kaki !”
Lalu dengan gaya seperti yang terpaksa dia
mengangkat rok panjangnya sebatas lutut sehingga terlihat betis indah
yang putih mulus dihiasi oleh bulu-bulu yang cukup panjang dan
merangsang. Kembali tanganku bergetar membelai betih indah tersebut,
mataku terpejam dan darahku semakin berdesir memberikan
rangsangan-rangsangan yang sangat kuat padaku. Cukup lama tanganku
membelai dan mengusap betis indah milik Hj Amelia ini. Aku sangat
menikmati apa yang kulakukan. Betis kiri dan kanannya secara bergantian
aku belai dan usap, terlihat mata Hj. Amelia terpejam menikmati belai
tanganku “Oh..mmmnn .. “ mulutnya berguman tidak jelas.
Melihat itu aku tak mau berhenti, tanganku
terus membelai betis indah itu dan dengan sangat hati-hati arah belaian
semakin ke atas di sekitar lutut . Mata Hj Amelia semakin rapat
terpejam. Dengan hati-hati kedua betis Hj Amelia aku naikkan ke atas jok
kursi panjang yang kami duduki dan aku duduk di lantai menghadap betis
indah dan sebagian paha disekitar lutut yang terbuka”
Dengan suara bergetar dan suara yang sedikit memburu dia berkata “Kok jadi duduk dibawah ?”
“Ngga apa-apa bu, supaya lebih jelas “ jawabku beralasan ”Awas lho… jangan macam-macam !” ancamnya dengan nada yang tidak yakin.
Kembali tanganku melanjutkan belaian dan
usapan pada betis berbulu yang merangsangku ini, tanganku dengan lembut
membelai betis kiri dan kanan secara bergantian . Kembali matanya
terpejam menikmati belaian tanganku pada betisnya. Kuberanikan diri
untuk mencium lembut ujung kakinya. Matanya terbuka dan berkata “Kok..?”
hanya kata itu yang keluar. Akhirnya kedua tangan dan bibirku membelai
betis hingga lutut dan paha di sekitar lutut. Ciumanku dan tanganku
semakin naik ke atas, ciumanku sudah mencapai lututnya dan kedua
tanganku sudah membelai kedua pahanya. Dia semakin terlena, napasnya
semakin memburu dan mulutnya semakin sering mengguman sesuatu yang tidak
jelas. Sedangkan aku semakin terangsang penisku sudah mulai mengeras.
Tapi aku masih berhati-hati agar dia tidak menghentikan usahku ini.
Tanganku semakin aktif membelai paha bagian
bagian dalam dan mulutku menciumi lututnya yang kiri dan kanan secara
bergantian. Duduknya sudah mulai gelisah, pinggulnya sudah
bergoyang-goyang dan dari mulutnya sudah mulai memperdengarkan
erangan-erangan nikmat dan terangsang. Ku hentikan gerakanku, matanya
terbuka memandangku sayu, terlihat bahwa dia sudah sangat terangsang,
kuberanikan diri wajahku mendekati wajahnya, dia memejamkan matanya
kembali dengan mulut yang terbuka menantang, lagsung bibirku menciumi
bibirnya yang seksi. Dia tidak marah, bahkan menyambut ciumanku dengan
hangat dan sangat bergairah. Kami berciuman dengan sangat bergairah.
Kedua tangannya meraih kepalaku dan mencium bibirku dengan sangat panas,
bibirnya menghisap-hisap bibirku dan lidahnya menari-nari dengan
lidahku seperti seorang wanita yang sudah sangat lama tidak bermesraan,
tentu saja aku semakin melayang nikmat dan bersemangat. Tanganku mulai
meremas-remas buah dadanya yang montok, dia diam saja bahkan semakin
bergairah dan mengerang nikmat. Tanganku mulai mencopoti kancing bajunya
satu-persatu dan menyusupkan tangan kananku ke dadanya yang sudah
terbuka, kemudian menarik cup bh-nya ke atas, sehingga kedua buah
dadanya yang putih montok terbuka bebas. Tanganku langsung meremas buah
dada montok itu yang kiri dan kanan.
Dia menghentikan ciumannya dan memegang
tangan kananku, sambil memandang padaku dengan sayu. Aku terkejut, takut
dia marah dan menghentikan usaha yang telah dengan sabar aku lalui.
Namun dengan suara bergetar dan napas memburu dia berkata “Jangan disini
Wan..! bahaya kalau ada tamu datang… Di kamar saya aja.., biar tenang!”
Plong… dadaku terasa lapang, ketakutanku ternyata tidak terbukti. Dia
kemudian berdiri dan mengunci pintu tamu dan menarik diriku menuju
kamarnya.
Tak kuperhatikan lagi anti virus yang masih
bekerja pada laptop. Dengan tergesa-gesa kami menuju kamarnya yang cukup
luas. Begitu tiba di dalam kamar, dia langsung menutup pintu kamar dan
menarikku ketempat tidur. Aku langsung menindihnya dan bibirku kembali
mencium bibirnya dengan gemas. Ciumannya kali ini semakin panas dan
bergairah dan dia sudah tidak segan-segan lagi mengeluarkan lenguhan dan
erangan nikmat.
Tanganku kembali merayap ke buah dadanya
yang masih terbuka dan meremas-remasnya dengan nikmat, Dia membantu
mencopoti sisa kancing yang masih terkait sehingga semua kancing bajunya
terlepas dan melepaskan kaitan tali bh-nya. Kemudian dia duduk dan
melepaskan baju dan bh dari tubuhnya. Tampaklah dihadapanku tubuh
seorang wanita matang yang masih mengenakan jilbab dan rok panjang,
namun sudah tidak mengenakan baju dan bh.
Aku kembali menubruknya dan mendorong
tubuhnya hingga telentang diatas kasur, bibirku menciumi seluruh bagian
buah dadanya baik bagian kiri maupun bagian kanan sedangkan tangan
meremas-remas buahdada yang tidak aku ciumi. Aku begitu bernafsu
menciumi buah dada Bu Hj Amelia ini. Walaupun dia sudah berumur, namun
buah dadanya masih montok dan sekal, tidak mengelayut dan kendor.
Kuhisap dan kujilati setiap mili bagian buah dada menggairahkan ini. Dan
akhirnya bibirku dengan asyiknya menghisap dan menjilati putting susu
yang tegak menantang. Dia semakin mengerang nikmat “Akhhhh… wan… euh …
euh….!” Badannya bergelinjang-gelinjang menahan nikmat yang menderanya.
Setalah cukup lama bermain-main di buah
dadanya, kedua tanganku berusaha melepaskan pengait rok panjang yang
masih dikenakannya dan menariknya hingga lepas sekaligus dengan celana
dalam nilon yang dia kenakan, dia hanya diam saja dengan tatapan mata
yang semakin sayu, kembali mataku nanar melihat pemandangan merangsang
yang ada dihadapanku. Sungguh luar biasa Bu Hj Amelia ini, walaupun
sudah berusia 45 tahun, tapi tubuhnya masih sangat sempurna, perutnya
masih ramping tanpa ada timbunan lemak, paha masih padat dan mulus dan
yang paling luar biasa adalah jembut yang menutup vaginanya demikian
lebat dan hitam menutupi hampir seluruh bagian antara kedua paha hingga
keatas mendekati pusat
Beberapa saat aku terpana menatap
pemandangan indah ini, Dia bangun dan meraih bajuku sambil berkata “Buka
bajunya Wan… , ngga fair dong…, saya udah telanjang sementara Iwan
masih berpakaian lengkap..” Dengan bantuannya aku mencopoti bajuku yang
sudah basah oleh keringat dan sekaligus aku membuka celana panjangku
sekaligus dengan cd yang aku kenakan. Dia terpana memandang penisku yang
tegak menjulang, Tangannya mendorong tubuhku hingga aku telentang ,
kemudian dengan gemetar tangannya meraih penisku dan mengocoknya dengan
gemas, aku melayang nikmat merasakan kocokan tangannya pada penisku,
kemudian bibirnya dengan lembut menciumi penisku dan lidahnya menjilati
kepala penisku. Aku semakin melayang.. “Ouhhh…. “ aku melenguh
nikmat. Cukup lama lidah dan bibirnya bermain di kepala penisku membuat
aku melayang-layang nikmat, kemudian mulutnya semakin terbuka lebar
untuk memasukkan penis tegangku kedalam mulutnya sambil lidahnya
terus-menerus menjilati kepala penisku. Mataku semakin terbeliak-beliak
menahan nikmat “Ouh…ouh… aduhh….aduh… “ erangan nikmatku keluar tanpa
dapat kucegah.
Dia begitu gemas dengan penis tegangku,
bagaikan seorang wanita yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu dengan
penis yang tegang. Tanpa memperdulikan diriku yang terengah-engah
menahan nikmat, mulut dan lidahnya terus menerus memberikan kenikmatan
pada diriku. Aku tak tahan, ku geserkan kepalaku mendekati lututnya
yang sedang menungging. Aku posisikan kepalaku diantara kedua lututnya
yang terbuka, sehingga posisi kami menjadi posisi 69. Aku mulai
menjilati jembut hitam yang menutupi vagina yang ada dihadapanku. Kedua
tanganku membelai pantat montok, sementara lidahku terus mencari celah
vagina yang tertutup jembut yang lebat, kusibakkan jembut lebat
tersebut, terlihatlah vagina yang sudah sangat basah, lidahku terjulur
menjilati celah vagina tersebut, badannya tergetar setiap kali lidahku
menyentuh klentitnya. Aku semakin semangat menjilati dan menghisap
vaginanya, dia semakin sering bergetar dan mengerang nikmat, sehingga
mulutnya berhenti mempermainkan penisku. Aku tak peduli, lidah dan
mulutku semakin lincah bermain di vaginanya, badannya semakin bergetar
dan menekan-nekankan vaginanya dengan keras ke arah mulut dan hidungku
sambil menjerit-jerit nikmat “Ouh.. ouh… ouh… euh…euh…”
Gerakannya semakin keras dan jeritannya
semakin tak terkendali, hingga akhirnya pantatnya dia tekankan dengan
keras ke arah mukaku hingga mulut dan hidungku tertekan vagina dengan
sangat rapat sehingga aku sulit bernapas dan terdengar dia menjerit
keras “Aaaakkkhhhh……..” kemudian terlihat olehku vaginana
mengempot-ngempot dengan sangat keras.
Tak lama kemudian badannya ambruk menindih
tubuhku. Beberapa saat kemudia dia menggulingkan tubuhnya hingga tidur
telentang. Kubangunkan tubuhku dan memposisikan tubuhku agar tidur
berdampingan. Kemudian matanya terbuka memandangku. Dengan napas yang
masih tersengal-sengal dia berkata “kalau Iwan percaya…, Sudah 4 tahun
saya tidak pernah melakukan hubungan suami istri, bukannya saya tidak
ingin, tapi si bapak sudah tidak sanggup lagi. Sebagai wanita normal,
tentu saja saya merasa sangat tersiksa denga keadaan ini…” Aku tidak
mengomentari ucapannya, hanya dalam hati aku berkata pantas saja dia
terlihat sangat gemas memandang penisku yang sangat tegang.
Karena aku belum apa-apa, maka badanku
bangkit dan tanganku meremas-remas buah dadanya serta memilin-milin
putting susunya yang perlahan-lahan mulai kembali tegak menjulang.
Kembali badanku menindih tubuhnya dan bibirku mencium bibirnya, bibirnya
menyambut bibirku dengan gairah yang kembali bangkit. Tangannya merayap
ke arah penisku dan meremas-remas dengan gemas, kemudia berkata
“Sekarang aja Wan! Saya sudah nggak tahan…”
Aku mengangkat pinggulku memberi jarak
dengan selangkangannya, kemudian pahanya terbuka lebar dan tangannya
menuntun penis tegangku agar tepat berada liang vaginanya. Dia sibakkan
jembut lebat yang menghalangi liang vagina dengan kepala penisku, hingga
akhirnya kepala penisku tepat berada di mulut liang vagina yang sangat
basah. Kemudian kedua tangannya merengkuh pantatku dan menariknya.
Aku mengerti apa yang dia inginkan. Ku
dorong pantatkudan Blessh…. Perlahan-lahan batang penisku menyusuri
liang vagina hangat yang basah berlendir yang disertai kedutan-kedutan
yang memijit batang penisku selama aku memasukinya. Jepitan dan kedutan
vaginanya pada penisku memberikan sensasi nikmat yang luar biasa.
Perjalanan masuk ini kulakukan perlahan-lahan, karena aku ingin
menikmati setiap mili pergeseran antara batang penisku dan veginanya
yang selama 10 tahun ini menjadi obsesi dan khayalanku. Aku tidak ingin
obsesi yang menjadi kenyataan ini berlangsung cepat.
Setelah seluruh batang penisku amblas hingga
ke pangkalnya, kudiamkan sejenak untuk menikmati sensasi nikmat yang
diberikan oleh vaginanya pada diriku. Kemudian kutarik secara perlahan
hingga menyisakan ujung kepalanya dan kudorong kembali masuk hingga
amblas. Gerakan ini terus kulakukan dengan sabar sambil menikmati deraan
nikmat yang datang bertubi-tubi.
Nampaknya Bu Hj Amelia ini sudah tidak
sabar, pantat terangkat setiap aku mendorong masuk, dan tangannya
memberikan bantuan kecepatan pada pantatku agar aku melakukan dengan
lebih cepat dan keras. Aku tidak terpengaruh dengan gerakan pantatnya
yang semakin bergelinjang dan tangannya yang semakin menarik-narik keras
pantatku agar bergerak lebih cepat. Aku hanya menambah sedikit
kecepatan pada gerakan mengocokku.
Pinggulnya semakin bergelinjang, kepalanya
terlempar ke kiri dan kanan sambil mulut yang kembali mengerang-ngerang
nikmat “Auh…auh….euh… euh…..” Gelinjang tubuhnya semakin keras dan
hebat. Berputar, kekiri kekanan dan ke atas ke bawah, hingga akhirnya
gerakannya semakin tak beraturan, badannya terlonjak-lonjak, tangannya
menarik punggungku hingga tubuhnya terangkat dan kepalanya terdongak
dengan mata terbeliak dia menjerit keras “Aaaaaakkkhhhhhh……. “ kakinya
terjulur kaku, tak lama kemudian badanya terhempas lemas dan tangannya
terlepas dari punggungku dan jatuh ke samping tubuhnya. Kurasakan vagina
berkontraksi sangat keras memijit-mijit dan menghisap-hisap penisku
sehingga akupun terbeliak menahan sensasi nikmat yang teramat sangat.
Kubiarkan batang penisku amblas di dalam
vaginanya menikmati sensasi orgasme yang kembali dialaminya. Kutopang
tubuhku dengan kedua tangan yang menahan di pinggir bahunya.
Perlahan-lahan matanya terbuka dan berkata dengan napas tersengal-sengal
menahan lelah “Makasih.. Wan.., barusan betul-betul nikmat…uuhhhh..”
Aku hanya menjawab dengan mencium bibirnya dengan nafsu yang menggelora.
Dia menyambut lemah ciumanku. Dengan sabar
aku berusaha membangkitkan kembali gairahnya. Kuciumi lehernya dari
balik jilbab yang masih dikenakannya namun telah basah oleh keringat,
kujilati dadanya yang juga basah oleh keringat. Ketelusuri hingga ke
bawah hingga akhirnya mulutku kembali memilin-milin putting susunya
untuk membangkitkan gairahnya. Sambil perlahan-lahan kukocok penisku
yang masih terbenam divaginanya yang semakin basah, namun tetap masih
terasa sempit dan memijit-mijit.
Perlahan-lahan gairahnya bangkit
kembali, hal ini terasa dengan ciumannya yang semakin hangat dan
pinggulnya yang bergerak membalas setiap gerakan pinggulku. Makin lama
gerakan pinggulnya semakin erotis dan bersemangat dan erangan nikmat
kembali terdengar dari mulutnya.
Kuhentikan gerakanku dan kucabut penisku
yang masih tegang. Dia menatapku kecewa sambil berkata “Ada apa Wan? “.
Aku tersenyum lalu berkata “Kita nungging bu!” Dia mengerti apa yang
kuinginkan. Lalu dia bangun dan membuat posisi merangkak. Aku posisikan
selangkanganku pada tengah-tengah pantatnya. Sebelum kumasukkan penisku,
kembali aku terpana melihat keseksian tubuhnya dalam posisi menungging,
kulit punggung yang begitu putih kekuning-kuningan, mengkilap oleh
basahnya keringat yang keluar dari pori-pori tubuhnya. Hanya ada satu
kata untuk mengomentari keadaan itu, yaitu “Sempurna..!” tanpa terasa
bibirku berguman.
“Ada apa ..Wan..?” tanyanya padaku. Aku
segera menjawab “Tubuh ibu betul-betul sempurna.”. Dia tidak menjawab
mungkin dia merasa bangga dengan pujianku. Tangannya hanya
menggapai-gapai meraih penisku untuk diarahkan vaginanya yang sudah
menanti. Lalu kuarahkan penisku ke liang vaginanya dan Bleshhhh……
Kembali penisku menyusuri liang vagina basah
yang masih tetap sempit dan memijit-mijit. Pantatku memulai bergoyang
maju mundur agar penisku mengocok-ngocok vaginanya. Tanganku meraih buah
dadanya yang bergantungan bebas dan kuremas-remas dengan gemas untuk
menambah sensasi nikmat yang kembali mendera sekujur tubuhku. Tubuhnya
bereaksi dengan apa yang kulakukan, mulutnya mengerang nikmat “Auh… auh…
euh …. Euh… “, dan pinggulnya bergerak-gerak semakin liar. Kudiamkan
gerakan pinggulku, namun pinggul dan pantatnya menghentak-hentakkan
selangkanganku sehingga penisku semakin dalam mengocok dan mengaduk-aduk
vaginanya. Kepalanya tidak bisa diam menggeleng-geleng sambil mulut
yang tak henti-hentinya mengerang nikmat.
Gerakan pinggul dan pantatnya semakin liar
tak terkendali, jeritan nikmatnya semakin keras, dan kedutan dan pijatan
vaginanya pada penisku semakin keras. Hingga akhirnya badannya kaku,
tangannya mencengkram kasur dengan sangat keras dan menjerit
“Aaaakkhhhh…..” kembali kepala terdongak dengan mata yang terbeliak.
Setelah itu kembali kontraksi keras terjadi pada vaginanya yang
memelintir dan menghisap-hisap penis membuat aku terbeliak-beliak
menahan nikmat. Tak lama kemudian… BRUK.. badannya jatuh tertelungkup
hingga penisku yang masih tegang lepas dari vaginanya.
Kubiarkan dia istirahat menikmati sensasi
orgasme yang kembali menderanya. Lalu mendekati punggungnya yang basah,
kubelaikan tangan kiriku dari punggung hingga pantatnya, dan
kuremas-remas pantat seksi itu. Tangan kananku menyibakkan jilbab yang
sudah sangat basah dan akhirnya kulepaskan jilbab itu. Bibir dan mulutku
menciumi tengkuk dan lehernya yang putih mulus tiada kerut. Mulutku
menyusuri tengkuk dan punggung sedangkan tanganku meremas-remas
pantatnya. Akhirnya gairahnya bangkit kembali. Dia membalikkan tubuhnya
hingga telentang dan tangannya meraih tubuhku hingga menindih tubuhnya
bibirnya mencium bibirku dengan ganas, kemudian tangannya mencari-cari
penisku dan mengarahkan ke vaginanya.
Blesshh…. Untuk kesekian kalinya kembali
penisku menjelajahi liangvagina yang semakin basah dan berdenyut. Aku
menggerakkan pantatku untuk mengocok penisku di dalam vaginanya, dia
menyambut dengan erangan dan gerakan pinggul yang bisa
memelintir-melintir batang penisku dengan liarnya. Semakin lama
gerakanku semakin cepat dan gerakannyapun semakin cepat dan liar.
Lenguhan nikmatku dan erangan nikmatnya
bersatu padu membangun suatu komposisi musik penuh gairah dan
merangsang, semakin lama suara erangan dan lenguhan nikmat semakin riuh
rendah. Hingga akhirnya pantatku bergerak sangat keras dan liar tak
terkendali demikian pula gerakan pinggulnya. Gerakan kami sudah menjadi
hentakan-hentakan nikmat yang keras dan liar. Hingga akhirnya aku
merasa gelombang yang maha dahsyat keluar dari dalam diriku melalui
penis yang semakin keras dan kaku dan akhirnya tanpa dapat kukendalikan
tubuhku menegang kaku dan badanku melenting ke atas serta menjerit
melepas nikmat yang tak tertahankan “Akhhh….” Dan secara bersamaanpun
dia menjerit nikmat “Akhhhh… “ dengan badan yang kaku dan tangan yang
mencengkram punggungku dengan sangat keras.
Tak lama kemudian, tubuh kami ambruk
kelelahan seperti orang yang baru saja berlari cepat dalam jarak yang
sangat jauh. Aku menggulingkan tubuhku agar tidak menindih tubuhnya. Dan
kami telentang berdampingan sambil menikmati sensasi kenikmatan orgasme
yang masih datang menghampiri kami.
Setelah beberapa menit kami terdiam
menikmati sensasi orgasme dan napas yang perlahan-lahan mulai pulih, Dia
memiringkan badannya menghadapku, sambil tangannya membelai-belai
dadaku dia berkata “Wan… kamu memang luar biasa… Dulu saja waktu si
Bapak masih sehat. Belum pernah saya merasakan sepuas ini dalam
berhubungan badan. Sebagai lelaki kamu mampu bermain cukup lama dan
memberikan beberapa kali orgasme pada pasangan kamu. Pantas saja,
istrimu sangat sayang padamu..”
“Ahh… jangan begitu ach… Bu! Saya jadi malu…” Sahutku sambil merasa bangga dipuji seperti itu.
Setelah cukup lama beristirahat kembali kami
berpakaian, dan aku terlebih dahulu ke ruang tamu untuk memeriksa
laptop yang masih menyala. Ternyata laptop sudah lama mati, karena
hampir 1,5 jam aku tinggalkan. Tak lama kemudian Bu Hj. Amelia
menghampiriku dan duduk disampingku sambil menggelayut mesra dan
bertanya “bagaimana Wan , beres ?”. “Belum saya periksa bu…, keburu
mati..” jawabku
“Ok dech , kamu lanjutin aja dulu, saya mau nyiapkan makan malam.
Akhirnya malam itu, aku menelepon istriku
untuk memberitahukan pada iatriku bahwa aku tidak bisa pulang, karena
ada pekerjaan yang belum selesai. Akhirnya sepanjang malam itu hingga
mendekati subuh, kami isi dengan persetubuhan yang sangat bergairah.
Kami hanya istirahat untuk minum dan makan memulihkan tenaga. Malam itu
kami bagaikan sepasang pengantin baru yang menghabiskan malam pertamnya.
Hal ini terjadi barangkali karena Bu Hj Amelia ini merupakan Wanita
yang menjadi obsesi saya yang selama 10 tahun menjadi khayalan dan
impian. Sedangkan bagi Bu Hj. Amelia, malam itu merupakan malam pertama
selama 4 tahun dia tidak mendapatkan kehangatan tubuh laki-laki.
Akhirnya sampai saat ini aku dan Bu Hj
Amelia berselingkuh, tanpa seorang temanpun yang tahu. Kami berusaha
menjaga perselingkuhan ini serapih mungkin. Entah sampai kapan….
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar